Minggu, 05 April 2020

Cerpen : Terbelenggu Antara Karang Duka

*Terbelenggu Antara Karang Duka*



Izinkan ku lukiskan cinta dan sayang untuk keluarga yang ku kasihi....

Malam ini, sebuah pertengkaran hebat terjadi di rumah besarku, aku tertunduk tak berdaya di sudut-sudut kamar, tubuhku bergetar hebat, air mata membasahi pipi, menangis meraung sebisaku, air mata terus mengalir bagaikan derasnya hujan di musim dingin, seperti sungai yang sangat deras, tanpa ada yang tau di mana ujungnya, yang seperti kehidupanku tanpa ada yang tahu kapan kebahagiaan itu hadir, tidak peduli kelopak mataku mulai membengkak, air mata terus keluar tanpa henti..
Malam ini kesedihanku sungguh mendalam, aku menangis dalam kesepian sang malam, tepat tengah malam pertengkaran itu berakhir, namun, rasa sakit di relung hati masih sangat melekat, ku peluk erat adik kesayangan dalam kerenggangan sang malam.
“ bersabarlah dik. Kakak akan menjagamu, kita akan berjuang berdua dalam hidup..”! batinku
*
Pagi yang sangat melelahkan, aku terbangun dari tidur malamku, mata terasa membengkak, kesedihan merajut dalam hatiku, adik yang tidur di sampingku terbangun, tiba-tiba dia menanyakan kepadaku..
“ kenapa papa sama mama semalam kak?”
“ kakak tidak tahu dik, kamu main sana jangan terlalu berpikir masalah semalam, tetapi sebelumnya kamu mandi dan makan dulu”! jelasku
Farhan menuruti perkataanku, dia pergi mandidan makan, kebetulan aku sudah memasak ala kadar untuk sarapan Farhan, namun, jelas dari wajahnya dia heran dengan sikapku yang mengalihkan pembicaraan. Karang duka dalam hatikuserasa beranak- pinak, tanpa ampun merampas kebahagiaanku secara paksa, yang tidak sanggup untukku pertahankan, hari-hari yang kulalui tidak secerah yang dulu, apa yang ku harapkan semua telah sirna, bunga-bunga keharmonisan dalam keluargaku telah hilang, hampir setiap hari pertengkaran itu terjadi. Tidak ada lagi ketenangan dalam hari-hariku, semua berubah menjadi lubang duka.
Semenjak kejadian yang selalu menghiasi keluargaku, Farhan sering tidak masuk sekolah, berkali-kali aku menegurnya, namun iya tidak pernah berhenti untuk tidak bolos lagi, prestasinya menurun drastis, aku sedih dengan semua ini, adik kesayanganku tidak lagi seceria dulu, sekarang dia telah berubah menjadi anak yang pendiam, suka membuat masalah disekolah, tugas tidak pernah dikerjakan, sudah dua kali berturut-turut mama di panggil ke sekolah Farhan, mama marah besar kepadaku dan Farhan, hingga aku tak sanggup mendengarkannya lagi.
“ ma, ini semua salah mama dan papa, jika seandainya mama dan ppa tidak sering bertengkar, mungkin Farhan tidak akan seperti ini..!” lantasku
“ jadi kamu menyalahkan mama, apa kamu tidak tahu apa kesalahan papamu?”
“ iya.. tapi kan bisa di bicarakan ma, tidak harus bertengkar terus, seharusnya mama dan papa malu, anak mama sudah besar mama harusnya memberi conton yang baik untuk kami.!”
Air mata membasahi pipiku, tangisan yang tidak sanggup ku bendung lagi,, aku berlari memasuki kamar, aku hanya bisa menangis, , mama berusaha membujukku agar mau keluar, ama hanya bisa membujuk.
“ mika keluar nak, mama ingin bicara sama kamu!”
“ enggak ada yang perlu mama bilang,semua juga sudah jelas, mama sama papa gak sayang lagi sama kami, aku lagi pengen sendiri ma.!”
“ tetapi kamu harus tau apa yang sebenarnya terjadi, tidak sama dengan apa yang kamu pikirkan nak!”
“enggak ma!” jawabku tegas
“ yasudah, kalau kamu memang bersikeras tidak mau keluar, yang penting mama sudah membujukmu untuk keluar agar kamu tahu yang sebenarnya terjadi.!”
mama pergi meninggalkanku, aku hanya bisa menangis tersedu-sedu dalam kesendirian.
Pada keesokan harinya, tepat hari pertama aku kembali masuk sekolah, setelah seminggu kami di perliburkan karena UN kakak kelas 3 dan hari itu pula dimana kami mulai belajar seperti biasa, namun, ada satu hal yang sangat tidak ku sukai, yaitu saat aku bersama teman-teman, pasti diantara mereka ada yang menceritakan kebahagiaan yang dia rasakan bersama keluarganya.
Aku termenung dengan kejadian yang selalu terjadi, semua semangatku hilang, tinggal puing kebahagiaan yang telah retak yang menyebabkan kebencian.
 “ ya Allah, aku tahu jika ini jalan yang terbaik yang Engkau berikan kepada ku, aku percaya suatu saat nanti yang aku rasakan akan indah ada waktunya.!” Batinku
Air mata nakal itu keluar membasahi pipiku, rasa rindu bermanja kepada orang tua hadir begitu saja.
“ lho, kamu kenapa Mik?” tanya Rara sahabatku
“ aku gak apa-apa Ra.!” Jawabku menghapus air mata
“ Mik lihat aku, apa kamu baru mengenaliku? Hingga kamu sangat berat untuk menceritakan yang sebenarnya, aku ini sahabatmu, jadi aku bisa tahu kalau kamu pasti lagi sedih..!”
HENING.....
Aku hanya terdiam tidak dapat mengungkapkan kata, mulut sangat berat untuk menceritakan yang sebenarnya, jantung seakan berdetak begitu cepat, Rara menunggu kata-kata keluar dari mulutku, aku memutuskan untuk coba mengungkapkan semua itu..
“ mama sama papa selalu bertengkar Ra!” jawabku dengan suara tangisan yang lirih
“ masalahnya apa?”
“ aku gak tau Ra, yang jelas setiap malam aku mendengar kata-kata kotor keluar dari mulut mereka, aku sedih Ra, Farhan juga sekarang berubah, dia jadi pendiam dan nilai sekolahnya menurun, berkali-kali aku menegurnya, tapi, iya pasti akan mengulanginya lagi, selalu iya menanyakannya padaku, tapi tak pernah ada jawaban yang dapat ku utarakan!” aku semakin menangis.
Rara mendengar dengan sabar, air mata terus membasahi pipiku, dengan senang hati Rara menyediakan bahunya tempat untukku bersandar, juga tangannya yang setia menghapus air mataku, ku dengar semua solusi yang dia berikan untuk menenangkanku.
Semenjak itu, aku sadar harus menerima semua keputusan orang tuaku meski kami anaknya yang menjadi korban dan menanggung semua karang duka ini.
Pagi itu aku bangun seperti biasa, kemudian berangkat ke sekolah tepat saat pukul 07:00 , sesampai di sekolah aku berdiam diri di sudut sekolah kesukaanku untuk menyendiri sembari menunggu bel masuk berbunyi, otakku terus berpikir cara untuk mama dan papa supaya bisa baikan, namun, satu pertanyaan dalam benakku muncul, aku tidak tahu permasalahan apa yang membuat mereka selalu bertengkar, hari-hari terus ku lewati dengan lembaran-lembaran kehidupan yang suram dan sulit untuk ku pahami, jelas aku ingin mengubah hari-hariku menjadi lebih indah ingin ku tulis hal-hal yang indah itu dalam buku harian dan dengan bangga dapatku simpan dalam keseharianku, dan juga akan selalu punya cerita untuk berbagi engan teman maupun sahabat tentang bahagianya keluargaku.
Khayalan itu terus keluar dari kepalaku, hati terasa panas dan jenuh, ingi rasanya agar harapan itu segera terwujud, entah itu akan bisa atau tidak, namun, itulah harapan terindah dalam hidupku.
“ Mikaa...!”
Aku berpaling mencari arah suara itu, namun, Nisa telah berada di belakangku, seorang anak rohis di sekolah kami yang terkenal tidak pernah bergaul dengan cowok dan anak yang tidak baik menurutnya.
“ eh. Nisa, !”
“kenapa Mik?” tanya Nisa pelan
“ apanya yang kenapa Nis?”
“ kamu keliatan sedih, ya aku tanyak kenapa?”
“ aku gak sedih kok, ngomong-ngomong  kok tumben ya kamu disini?”
“ ya aku mau ketemu kamu laaah..!”
“aku?”Tanyaku heran
 “ iya kamu, jangan bohong Mika, kamu pasti lagi ada masalah kan? Sekarang aku pindah rumah di samping rumah kamu, dan maaf hampir setiap malam aku mendengar ada orang bertengkar, udah dari kemaren aku pengen nanya sama kamu, tapi aku tahan dan sekarang baru sempat, bukan maksud aku ingin ikut campur masalah keluarga kamu, tapi aku gak tega aja liat kamu sedih terus, ya walau kita bukan teman dekat!” jelas Nisa
Aku mengerti niat baik Nisa, tiba-tiba air mataku keluar,
“ aku emang sedih nis, mama sama papa lagi ada masalah serius!”
“ apa kamu tahu masalahnya apa?”
“ aku gak tau Nis, tapi aku sedih, dan aku juga malu sama tetangga..!”
“ udah, semua orang punya masalah Mik..!”
“ iya aku tahu.. tapi aku udah lelah Nis..!” ucap ku dengan air matadi pipi
“ nantik sore gimana kalau kamu ikut aku?”
“ kemana?”
“nantik kamu akan tahu sendiri kok, Insya Allah kamu akan mengerti tentang masalah ini...!”
*
Sorenya aku di jemput Nisa dengan sepeda motor vario nya, aku jelas tidak tahu kemana dia akan membawaku, aku pasrah, aku sangat ingin agar aku dapat menerima perpisahan papa dan mama, dan menerima dengan lapang dada, juga mengambil hikmah dari semua ini,
“ nah, kita sudah sampai..!”
“lho, ini kan rumah ustadz Fahri..!” aku heran
“ iya, kesinilah aku mau ajak kamu Mik..!”
“ tapi kenapa Nis?”
“udah jangan ngomong, nantik kamu pasti akan tahu,!”
Tanpa berpikir panjang lagi, Nisa langsung menarik tanganku untuk langsung masuk ke dalam rumah ustadz Fahri, setelah mengucapkan salam dan ustadz mempersilahkan kami duduk di kursi yang telah di sediakan.
“begini ustadz, kam.....
“ Insya Allah saya sudah tahu nak..! ucap ustadz tanpa sempat di beri tahu oleh Nisa.
Aku yang sedari tadi tanpa bersua, kaget mendengar bahwa ustadz itu sudah tahu, mungkankah dia tahu mama dan papa selalu bertengkar? Akankan sejauh ini berita itu tersebar? Air mat mulai menetes dari kelopak mataku, tiba-tiba....
“ tidak apa-apa nak, tidak ada yang kasih tau sama saya, justru saya yang tahu sendiri, jadi, jangan berpikir yang tidak-tidak...! ucap ustadz seakan tahu apa yang ada dalam pikiranku
Aku tersentak, sedetail itu dia tahu, bahkan apa yang sedang ku pikirkan dia tahu, Nisa tersenyum melihat ketakjubanku,
“ jadi bagaimana kah solusinya ustadz?” tanya Nisa memulai pembicaraan
Ustadz memperbaiki duduknya,
“begina nak, cobalah untuk menerima semua itu, kita harus bisa mencontoh rasul kita, yang meninggal ayah dan ibu saat beliau masih kecil nak, masalah yang Allah berikan untuk kita tidak lebih parah dari masalah kepada rasul kita, kita harus bisa mengambil hikmah dari semua ini...!”
“ tetapi saya susah untuk ikhlas ustadz,,!”
“ tidak ada yang susah nak, satu kebahagiaan kita ikhlaskan, pasti akan ada kebahagiaan yang lain..!” jelas ustadz panjang lebar.

Pulang dari sana, aku merasa lega, rasanya beban yang selama ini ku tampung tuntaslah sudah, tak lupa juga ku beri tahu kepada sahabatku Rara, dan ternyaqta dia ikut senang dengan perubahanku, saat aku masuk ke rumah besar kami, ku dapati sebuah surat di atas meja, yang ternyata surat perceraian mama dan papa yang sudah di tanda tangani kedua belah pihak, aku tidak terlalu kaget dengan semua ini, karna aku sudah menduga bahwa ini semua pasti akan terjadi, sebuah tangan menyentuh ku dari belakang, yang ternyata tangan papa,...
“ maafin papa...!”
Selepas papa mengucapkan kata-kata itu, aku langsung memeluk tubuh papa, aku berusaha menahan air mata yang keluar dari kelopak mataku, tetapi semua telah sia-sia, dengan lembut butiran bening itu mengalir membasahi pipiku, aku melepas pelukan papa..
“ papa gak usah minta maaf, ini bukan salah siapa-siapa. Mika akan mencoba untuk mengerti jalan yang papa dan mama ambil..!”
“ terima kasih sayang, papa akan selalu sayang sama kalian..! ucap papa kembali memelukku.
Tiba-tiba mama keluar dari pintu samping, aku melihat mama menangis ku tandai dengan matanya yang membengkat, ku hampiri mama..
“ jangan nangis lagi ma!”
 Ku hapus air mata di kedua belah matanya,
“ aku udah mengerti ma, mungkin ini jalan yang terbaik untuk keluarga kita..!”
Mama mengangguk lesu, aku melihat kepergian papa.
Dua minggu sudah semenjak perceraian itu, aku dapat melihat semua telah berubah, kami sudah membuka lembaran baru, juga dengan semangat yang baru untuk tetap berada dalam drama kehidupan ini hingga buku kehidupan dan cerita-cerita kami tertutup rapi, hanya album yang bisa kami jadikan kenangan.


tamat.

Karangan: ipahalhabsyi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar